Minggu, 29 Mei 2016
dr Sabar Panggabean Sp.B
BERSAMA WARGA: dr Sabar Panggabean Sp.B (kiri) bakal calon Bupati Dairi duduk bersama warga saat menghadiri prosesi adat pemakaman almarhum dr Lauhanta Nababan di Panji Bako Sitinjo Kabupaten Dairi, Jumat (27/5/2016).
Harga Ikan Nila Segera Naik
Sidikalang, (Analisa). Harga ikan nila dan ikan emas dipastikan segera naik. Hal tersebut disebabkan keterbatasan pasokan menyusul kematian ratusan ton piaraan di keramba jaring apung (KJA) di Desa Silalahi 1,2 dan 3 serta Paropo dan Paropo 1 Kecamatan Silahisabungan, pekan ini.
Demikian disampaikan Poltak Purba (50) pedagang ikan segar di Blok C Pasar Induk Sidikalang, Jumat (27/5). Didampingi istri Tiodora boru Oppu Sunggu, Poltak menerangkan, Senin minggu depan, pasokan sangat minim. Itu sesuai penjelasan toke. Umumnya, semua pesanan ikan nila dan emas didatangkan dari Silahisabungan. Mulai pusing juga dari mana mendapat orderan.
Per kilo dibeli Rp26.000 lalu dijual Rp28.000. Sehari-hari, Poltak mengecer sebanyak 120 kilo untuk pengusaha restoran. Lompatan harga diprediksi bakal tinggi mengingat produsen utama se Sumut yakni Haranggaol Kabupaten Simalungun sudah dilanda musibah ikan mati lebih awal. Otomatis, persediaan ukuran panen menipis sedang proses pertumbuhan membutuhkan waktu 5 atau 6 bulan.
Diterangkan, permintaan konsumen relatif normal. Tak ada ketakutan atau kekhawatiran masyarakat membeli kedua ikan itu. Warga sangat memahami, bahwa kasus ikan mati diakibatkan kekurangan ogsigen di dalam air. Kalau penyebabnya virus, tentu mengkhawatirkan. Semua disantap dan nyaman sampai di perut.
“Justru, yang paling pusing adalah, bagaimana memenuhi permintaan pengusaha dan masyarakat. Senin depan, pasokan menipis,” kata Tiodora. Seorang pengecer mengaku boru Silalahi menerangkan, tidak ada penurunan minat belanja sebagai dampak kasus ikan mati ratusan ton nila di Silalahi. Biasa-biasa saja. Dirinya menjual rata-rata 20 kilo per hari.
Sebagaimana disiarkan, musibah ikan mati di KJA Silahisabungan memusnahkan sekitar 400 ton kurun waktu 4 hari. Ada petani menyebut, muncul bau belerang namun petani lainnya mengatakan bau dimaksud tidak ada. Kepala Bidang Perikanan pada Dinas Pertanian Kabupaten Dairi , Lamhot Silalahi mengatakan, kemungkinan, kandungan ogsigen di dalam air di bawah ambang batas.
Leonard Samosir anggota DPRD Sumut meminta Badan Lingkungan Hidup, Dinas Perikanan dan Kelautan serta berbagai pihak terkait segera melakukan penelitian demi kesinambungan bisnis masyarakat. Awalnya 1820 ton punah di Haranggaol, sekarang bergeser ke Silahisabungan. (ssr)
Disalin dari Harian Analisa edisi Senin, 30 Mei 2016
Sabar Panggabean Bakal Calon Bupati Dairi
Sidikalang, (Analisa). dr Sabar Panggabean Sp.B (59) tenaga medis di Rumah Sakit Umum Sidikalang menyatakan berobsesi menjadi Bupati Dairi. Sehubungan itu, dia telah mempersiapkan diri memasuki panggung bakal calon bupati pada pilkada 2018 mendatang.
Pada kontestasi tahun 2013, saya memang beriniat bertarung. Tetapi, inong (ibu-red) boru Tobing melarang sembari memberi nasehat, kata Sabar ditemui saat prosesi adat almarhum dr Lauhanta Nababan di Panji Bako Desa Sitinjo 2 Kecamatan Sitinjo, Jumat (27/5). Ketika itu, inong berpesan, selesaikan dulu tugas negara. Rampungkan dulu tanggung jawab pengabdian.
Menurut Sabar, beban tersebut segera berakhir. Masa kerja sebagai PNS tinggal 1 tahun lagi. 2017 pensiun. Dengan demikian, dia telah memenuhi perintah bunda serta rela meninggalkan ibukota demi kampung halaman. Pria nan akrab dengan semua kalangan ini mengatakan, terpanggil.
“Ada panggilan moral dan nurani guna membawa kehidupan masyarakat ke arah yang lebih baik” kata dia. Saat ini, daerah otonom ini memang telah berkembang. Tetapi capaian masih bisa didongkrak lagi. Semua potensi perlu dikolaborasi. Diantaranya, keberadaan kalangan intelektual di tanah rantau merupakan modal penting. Politisi, pengusaha, birokrat dan teknokrat hingga diplomat, semua dimiliki. Di sisi lain, kekayaan sumber daya alam cukup berlimpah. Apapun bisa dibikin sepanjang sinergisme diwujudkan.
Sabar mengaku kagum kala menengok lahan pertanian jeruk manis seorang pasien di Dolok Tolong Kecamatan Sumbul begitu jagur. Kalau tidak salah, nama pemilik adalah ibu Ati. Kalau produksi sudah dimiliki, bukankah hal itu merupakan syarat menggapai kemakmuran? Karenanya jaringan ke semua lini perlu dibuka.
Diterangkan, dirinya pernah menjadi relawan Yayasan Budha Tsu Chi ke Taiwan. Pola cinta kasih lembaga dimaksud perlu diteladani. Berbagai rasa serta merasa bersaudara adalah kunci memajukan rakyat.
Pun begitu, dia mengaku, hanya mengantongi sedikit uang. Cita-cita perlu ditancapkan. Biarlah Tuhan menggenapi. Saya berniat, terserah masyarakat, kata dia.
Beberapa pegawai di RSU menyatakan, Sabar memiliki nilai jual tinggi di mata masyarakat. Nilai sosialnya jatuih di atas rata-rata. Komunikasi dengan pasien selalu dibuka. Sebagian tunjangan sering disisihkan kepada bidan dan perawat.
Anggota DPRD, Markus WS Purba mengatakan, Sabar adalah tipe humanis dan sederhana serta berperikemanusiaan. Jam berapa ditelepon pasien, pasti datang. Bahkan, ke rumah juga dilayani. Dia yakin, berbagai komunitas termasuk rohaniawan akan menyampaikan dukungan. Sabar benar-benar mengakar. (ssr)
Disalin dari Harian Analisa edisi Senin, 30 Mei 2016
Sabtu, 28 Mei 2016
400 Ton Ikan nila dan mas mati mendadak di Desa Silalahi-Paropo
MATI: Sejumlah ikan nila mati mengapung di KJA di Danau Toba di Desa Paropo Kecamatan Silahisabungan Kabupaten Dairi, Sumut, Kamis (26/5). Kabarnya, kepunahan mencapai 400 ton kurun waktu 4 hari
Kabel Listrik Molor di Silalahi
MOLOR: Pengendara melintas di dekat kabel listrik molor memanjang di gerbang masuk Danau Toba di Desa Silalahi Kecamatan Silahisabungan Kabupaten Dairi, Sumut, Kamis (26/5/2016)
).
).
Jumat, 27 Mei 2016
Kabel Listrik Molor
Sidikalang, (Analisa). Kabel listrik berukuran besar molor hingga setinggi bahu orang dewasa di Desa Silalahi Kecamatan Silahisabungan Kabupaten Dairi, Kamis (26/5).
Lokasi berjarak beberapa meter dari tugu ikan mas pintu masuk menuju objek wisata Danau Toba. Pengendara dan pejalan kaki tampak harus hati-hati menghindar kemungkinan sentuhan arus bertegangan tinggi.
Lobel Silaholo penduduk Desa Tanjung Beringin Kecamatan Sumbul menyebut, agak takut ketika lewat. Dia berusaha mengelak agar atap mobil tidak tergesek kabel.
Hal senada disampaikan Tulus Tarihoran dan Parulian Nainggolan pengendara sepeda motor asal Sidikalang. Keduanya berharap, PT PLN segera turun tangan membenahi gangguan. Bagi masyarakat awam, kondisi sedemikian menimbulkan kecemasan. Apalagi, bentangan memanjang di atas permukaan jalan. (ssr)
Dicopi dari Harian Analisa edisi Sabtu, 28 Mei 2016
BLH Diminta Teliti Kasus Ikan Mati
Sidikalang, (Analisa). Badan Lingkungan Hidup (BLH) dan Dinas Perikanan dan Kelautan Sumut diminta melakukan penelitian terkait kematian ikan nila dan mas di Danau Toba Desa Silalahi-Paropo Kecamatan Silahisabungan Kabupaten Dairi.
Anggota Komisi D DPRD Sumut dapil Kabupaten Dairi, Karo dan Pakpak Bharat, Kamis (26/5) mengatakan, kedua institusi perlu bergerak cepat mengingat keberadaan keramba jaring apung (KJA) merupakan sumber mata pencaharian masyarakat.
Kabarnya, ikan mati mencapai 400 ton. Rakyat butuh penjelasan dan pencerahan. Ini juga sangat penting menjamin keterbukaan pasar.
Di Haranggaol Kabupaten Simalungun, kata Leonard, penyebabnya sudah jelas, yakni akibat kandungan ogsigen di dalam air berada di bawah ambang batas. Sepertinya, ada fenomena bahwa agribisnis tersebut diterpa musibah.
Tempo beberapa pekan kemudian, derita mendera petani Silalahi-Paropo. Kalau faktor penyebab adalah krisis ogsigen, seyogianya dilakukan penyuluhan tentang teknik budidaya yang benar.
Menurutnya, penelitian harus dilakukan secara menyeluruh di 7 kabupaten. Pembuangan limbah perumahan hotel dan restoran ke Danau Toba dipastikan memberi dampak negatif.
Begitu juga ekses aplikasi pakan secara berlebihan. Mungkin saja pakan tak terkonsumsi berubah jadi racun. Seyogianya, perusahaan pakan menurunkan tim ahli untuk mendampingi petani. Bukan cenderung orientasi untung semata. Dosis anjuran perlu dikontrol.
Leonard menambahkan, segera menjadwal kunjungan kerja guna mendengar langsung aspirasi masyarakat.
Anggota DPRD Kabupaten Dairi, Rukyatno Nainggolan menyebut, antar lembaga terkait perlu segera berkoordinasi diikuti aksi nyata. Penelitian mendesak dilaksanakan. Semua kemungkinan bisa muncul.
Bahkan, faktor keracunan makanan perlu dikaji. Jangan-jangan, ada toksin. Bersamaan itu, masyarakat perlu membuka diri memberi penjelasan sekaligus berbagi pengalaman.
Dia mengusul, perlu gerakan makan bersama kalau memang ikan hidup masih layak konsumsi. Ini penting memberi kepastian kepada konsumen.
Hal tak kalah penting, kata dia, zonasi atau pengaturan lokasi perlu disosialisasikan serta dipertegas. Jangan semua tepi pantai justru dibiarkan jadi KJA. Penduduk setempat akan terkena dampak mengingat air mandi dan cuci masih diandalkan dari Danau Toba. Sungguh ironis bila kaum kapitalis dibiarkan bermain mendompleng penduduk.
Dewan mendorong, pemerintah memprioritaskan warga lokal sebagai penggiat KJA. Artinya, bisnis tersebut murni usaha rakyat. (ssr)
Dicopi dari Harian Analisa edisi Sabtu, 28 Mei 2016
Kamis, 26 Mei 2016
Komnas PA Sayangkan Penangguhan Pelaku Cabul
Sidikalang, (Analisa). Ketua Komisi Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait melalui hubungan telepon, Selasa (24/5) menyayangkan perlakuan istimewa yakni penangguhan penahanan terhadap pelaku cabul di Kabupaten Dairi.
Arist menyebut, menerima kabar seputar penangguhan tersangka berinisial AS (43) terkait kasus cabul dengan 2 korban di bawah umur notabene kakak beradik. Korban dan tersangka sama-sama penduduk Bunturaja Kecamatan Siempat Nempu.
Penangguhan penahanan pelaku cabul tidak dibenarkan dalam alasan apapun. Cabul masuk kategori kejahatan sangat luar biasa. Tidak bisa diberi ampunan, katanya.
Penangguhan penahanan AS merupakan hal memprihatinkan. Kejahatan seksual kepada anak-anak merupakan extra ordinary crime. Seyogianya, penegak hukum memberikan efek jera sehingga kejahatan tidak terulang oleh pelaku yang sama atau lainnya. Bukankah kita semua tahu bahwa kekerasan terhadap anak termasuk asusila menjadi issu nasional?
“Tidak seperti yang dilakukan, memberikan penangguhan penahan tersangka pelaku cabul. Tidak ada dasar penangguhan predator anak, apa lagi pelaku sudah dewasa.
Kecuali pelaku berusia di bawah 14 tahun,penangguhan dimungkinkan,” tegas Arist. Aktivis ini mendesak, penyidik bekerja secara profesional dan menuntaskan kasus ini.
Mengacu UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak dan UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Pelaku cabul dijerat dengan UU No. 35 Tahun 2014 dengan ancaman penjara maksimal 15 tahun, minimal 5 tahun.
Pihak keluarga korban, Marulak Manullang yang juga Ketua Punguan Marga Manullang se-Dairi menyatakan, kecewa terhadap tindakan polisi. Pasalnya, dua putri mereka menjadi korban pencabulan yang dilakukan tersangka. Dari aspek kemanusiaan dan agama, ulah pelaku tidak dapat ditoleransi. Tindak pidana itu menimbulkan trauma luar biasa.
Tidak tahu apa alasan penangguhan. Status AS sudah jelas tersangka. Apakah karena kami tidak mimiliki polisi, atau tersangka memiliki deking yang kuat sehingga bisa ditangguhkan? Kata pakar hukum dan pejabat, semua orang sama derajatnya di depan hukum. Namun realitas berkata lain, ucap Marulak.
Kapolres AKBP Ahmad David melalui Kasubbag Humas, Manusun Hutasoit menerangkan, berdasarkan keterangan KBO Satreskrim, tersangka ditahan sejak 25 februari 2016. Kemudian ditangguhkan sejak 31 Maret sampai 17 Mei 2016. Minggu kemarin, kembali ditahan lantaran berkas akan dilimpahkan ke jaksa. (ssr)
Dicopi dari Harian Analisa edisi Kamis, 26 Mei 2016
Jalan di Parhutuan Sumbul Putus
Sidikalang, (Analisa). Jalan di Parhutuan Kelurahan Pegagan Julu I Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi mengalami putus total. Akses menuju permukiman sekitar pun terganggu.
Ruas hancur terdata sepanjang 10 meter. Hal itu disampaikan Kepala Bidang Peralatan pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air, Mangihut Simeibang di Sidikalang usai kunjungan lapangan, Selasa (24/5).
Dijelaskan, jalan berkonstruksi beton plat amblas akibat luapan air. Lapisan tanah berubah lunak membuat bangunan rubuh. Peristiwa dimaksud terjadi pekan kemarin.
Untuk sementara waktu, kendaraan roda 4 dan sejenisnya tak bisa lewat. Penduduk mengalihkan ruas melewati perladangan masyarakat. Penempatan jembatan bailey milik Kantor Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dipandang sebagai solusi.
Anggaran terbatas. Dari sisi aturan, dibutuhkan proses agak panjang dan rumit. Selanjutnya, menyusun rangkaian jembatan bailey dipandang jauh lebih cepat serta kokoh sembari menanti bangunan permanen.
Diterangkan, curah hujan tinggi belakangan ini membuat pemerintah kerepotan. Belum selesai di satu lokasi, lintasan lain juga longsor. Pekan kemarin, badan jalan ambas juga ditemukan di Desa Longkotan Kecamatan Silima Pungga-Pungga. (ssr)
Dicopi dari Harian Analisa edisi Kamis, 26 Mei 2016
Senin, 23 Mei 2016
Dinas Bina Marga Sumut Tidak Adil
Sidikalang, (Analisa). Kepala Dinas Bina Marga Sumut, Efendi Pohan dinilai tidak adil dalam alokasi anggaran ke kabupaten kota.
Pendapat tersebut disampaikan Ketua Komisi B DPRD Kabupaten Dairi, Rukyatno Nainggolan saat meninjau kerusakan jalan menghubungkan Sumbul-Tigalingga di Huta Manik, Jumat (20/5).
Diterangkan tampilan infrastruktur sangat buruk. Jauh dari kesan menyajikan layanan optimal kepada masyarakat. Di beberapa lokasi, terdapat genangan mirip kubangan dan di titik lainnya kehilangan bentuk akibat material konstruksi berlepasan.
Padahal, wilayah itu merupakan sentra produksi pertanian. Selain itu, ruas ini adalah jalur alternatif andaikan Sumbul-Sidikalang diterpa longsor kejadian lainnya.
Diterangkan, panjang jalan propinsi di Kabupaten Dairi mencapai 75 kilometer. Namun, kegiatan pembangunan hanya berkisar 2 kilometer per tahun. Realitasnya, lebih 80 persen hancur berantakan. Kalau hanya 2 kilometer per tahun, kapan rampungnya? Belum sampai di ujung, yang di sini bakal berkeping-keping.
Rukyatno mencontohkan, jalur Sumbul-Tigalingg a berjarak 17 kilometer. Dan tahun 2016, hanya terplot 2 kilometer. Apa jadinya? Sukar dibayangkan, kapan dibenahi.
Dia berharap, legislator mitra strategis Gubernur menunjukkan ‘taring’ pro rakyat. Percaya atau tidak, kontribusi memajukan daerah pemilihan masih terasa minim. Agak jarang terdengar, apa yang berhasil direalisasikan anggota DPRD Sumut dapil XI.
Kekecewaan juga disampaikan pemerhati pembangunan, Richard Eddy M Lingga. Dominan sarana transportasi di bawah kewenangan Dinas Bina Marga Sumut, rusak parah. Ini tidak lepas dari lemahnya pengawasan anggota dewan.
DPRD Sumut punya kekuatan melakukan tekanan politik dan lobi untuk menggolkan berbagai aspirasi masyarakat. Sayangnya, langkah dimaksud dinilai minim, tandas Richard. Aktivitas cenderung rutinitas atau sepi gebrakan. Sehubungan itu, dia mengutarakan keheranan, apa hasil kunjungan reses setiap tahun?
Dia pun berharap, Kadis Bina Marga mewujudkan perlakuan setara. Sangat bijak, kepala dinas kunjungan lapangan sesekali. Jangan hanya menyelesaikan tanggung jawab lewat laporan tertulis. Pembiaran ini, berpotensi mengganggu reputasi seorang gubernur.
Bila infrastruktur disajikan baik, dipastikan, kepercayaan rakyat akan tumbuh. Kalau jalan dan drainase jelek, tentu akan konsekwensi. Artinya, ini menyangkut martabat pemerintah Sumut.
Bupati, KRA Johnny Sitohang Adinegoro mengakui, mutu jalan saat ini relatif jelek. Tahun ini akan ada pengaspalan sepanjang 2 kilometer. “Bersabarlah,” katanya. (ssr)
Disalin dari Harian Analisa edisi Selasa, 24 Mei 2016
Tiket Masuk TWI Sitinjo Memberatkan
Sidikalang, (Analisa). Tiket masuk ke Taman Wisata Iman Sitinjo di Kecamatan Sitinjo Kabupaten Dairi dinilai memberatkan.
Seorang pedagang di kawasan tersebut, Senin (23/5) mengatakan, secara umum penjaja souvenir dan produk lainnya turut terkena ekses. Kalau jumlah wisatawan meningkat, peluang mereka mendapatkan nafkah juga tinggi. Tentu, kalau pengunjung sepi, dipastikan transaksi minim. Itu hukum ekonomi.
Penjualan lesu mulai terasa sejak perayaan paskah dan libur panjang kemarin. Penjualan kotor Rp200 ribu per hari pun dirasa payah diraih. Kalau di awal peresmian tahun 2000 an, tak kemana Rp5 juta setiap hari minggu. Mungkin, ketika tarif dinaikkan per 1 Januari 2016, masyarakat dari berbagai penjuru terpaksa membayar lantaran kabar kurang mengenakkan belum menyebar. Beberapa minggu kemudian issu pemberatan meluas.
Diterangkan, di air terjun Sipiso-piso Tongging Kabupaten Tanah Karo dan Pasir Putih Kabupaten Samosir, karcis masuk hanya Rp2000. Siapapun beranggapan bahwa kutipan masih pada angka wajar.
Sedang ke TWI, tiket orang dewasa menjadi Rp10 ribu dari sebelumnya Rp5000 dan anak-anak Rp5000 dari Rp2000 tahun 2015. Itu belum terhitung biaya parkir.
Pedagang pakaian dan souvenir itu menyebut, tahun kemarin, rombongan satu sekolah bisa sampai 10 bus. Begitu menengok konvoi, pedagang pun bersemangat. Sekarang, Kalau setiap bus diisi 40 orang, maka 10 bus terpaksa membayar Rp4 juta hanya untuk urusan masuk.
Tak heran, dia pernah mlihat kelompok darmawisata putar haluan di SPBU di dekatnya lalu berpaling ke Pasir Putih. Pedagang ini berharap, Bupati mengevaluasi keputusan. Persaingan kian ketat dimana kabupaten/kota termasuk kawasan Danau Toba kian gencar promosi wisata.
Pendeta Piter Silitonga, pimpinan rombongan SD/SMP Methodist Romalbest Jalan Sukaria Medan di sela wisata rohani mengatakan, seyogianya retribusi diringankan. Lebih baik murah asalkan pengunjung membludak. Hal itu akan mempengaruhi minat pendatang.
“Saya kira, target utama adalah bagaimana menjadikan asset ini dirindukan masyarakat dari berbagai belahan dunia,” kata Pendeta Piter.
Menurutnya tarif Rp10 ribu untuk orang dewasa dan Rp5000 anak-anak, termasuk mahal. Bagaimana agar masyarakat tak jemu-jemu mengijakkan kaki, itu perlu dipertimbangkan pemerintah.
Kepala Bidang Parawisata pada Dinas Parawisata Kebudayaan Pemuda dan Olahg Raga, Marulak Situmorang membenarkan, taruf masuk dinaikkan per januari 2016. Dia berpendapat, angka tersebut relatif terjangkau. Penetapan telah memperhatikan besarnya biaya kebutuhan penataan dan pembangunan.
Diterangkan, target PAD dari objek itu Rp850 juta. Naik dibanding tahun 2015 sebesar Rp750 juta. Hingga kini, realisasi mencapai 60 persen. (ssr)
Disalin dari Harian Analisa edisi Selasa, 24 Mei 2016
Nyawa Tetangga Dihabisi Lantaran Sakit Hati
Sidikalang, (Analisa). Nyawa Rinai Pinem (55) penduduk Dusun Pangambatan Desa Sarintonu Kecamatan Tigalingga Kabupaten Dairi, melayang, Jumat (20/5).
Pria ini menjadi korban kesadisan PS (32) yang tak lain adalah tetangga ladang korban. Rinai mengalami beberapa luka. Diantaranya bersarang di lengan, dagu, punggung dan tangan akibat ayunan parang oleh PS.
Kapolres melalui Kapolsek Tigalingga, AKP Yanto Nurdin Halomoan, Minggu (22/5) menerangkan, tersangka datang ke Polsek untuk menyerahkan diri setelah melakukan aksi. Polisi segera mengamankan tersangka diikuti olah tempat kejadian perkara. Dalam kasus ini, penyidik menjadikan parang sebagai barang bukti.
Halomoan menerangkan, kasus pembunuhan diduga bermotif sakit hati. Dari hasil pemeriksaan, tersangka merasa tersinggung atas perlakuan dan ucapan korban.
Pengakuan tersangka, kata Halomoan, PS dilarang melintas dari perbatasan ladang mereka. Padahal, ruas tersebut satu-satunya akses menuju areal pertanian milik tersangka. Selisih paham sudah kerap terjadi. Namun berhasil diredakan pemuka masyarakat.
Pada hari itu, korban menyampaikan larangan serupa. Lantaran teguran tak dihiraukan, tersangka dilempar pakai batu. Tak terima atas tindakan itu, PS marah lalu bertengkar dengan korban. Tersangka tak mampu mengendalikan emosi hingga berujung maut. Korban tergeletak di tanah setelah dihujani benda tajam.
Jasad Rinai dibawa ke rumah sakit Polda Sumut Medan guna kepentingan otopsi. Halomoan menambahkan, jenajah telah diserahkan kepada pihak keluarga. Saat ini prosesi adat sedang berlangsung. (ssr)
Disalin dari Harian Analisa, Selasa, 24 Mei 2016
Tiada Hari Tanpa Produktivitas
Oleh: Sarifuddin Siregar
Ktak...ktak...ktak. Begitu suara pukulan bagai saling bersahut terdengar antara satu rumah dengan rumah tetangga di Dusun Lau Mill Sialaman Desa Lau Mill Kecamatan Tigalingga Kabupaten Dairi, Sabtu lalu. Suara tersebut menggambarkan, kesibukan anggota keluarga di permukiman itu. Ya, mereka memang gigih mengisi waktu untuk mendapatkan rupiah.
Tangan kanan Relly Marcelina boru Sinaga tampak tak henti memukulkan ‘pikpik (alat pemecah) ke landasan batu setebal 10 sentimeter. Sementara tangan kiri menyisipkan biji kemiri kering ke lubang pikpik tadi. Begitu kegiatan dilakukan tanpa kenal lelah. Sepertinya, memecahkan sebiji kemiri butuh waktu sekejap mata atau bahkan lebih cepat. Dia berpacu dengan waktu. Pikpik tersebut, terlihat sederhana. Terdiri dari potongan bambu dimana di bagian ujung dirangkai kulit melingkar untuk menyisipkan kemiri disertai penutup.
Ibu rumah tangga ini menangani sendiri tugas tersebut. Dia ditemani si buah hati. Sang suami, juga bekerja mencari nafkah. Rumah berkonstruksi setengah permanen terasa sejuk oleh semangat hidup.
Relly menyebut, kemiri tersebut bukanlah miliknya. Dia hanya upahan. Barang itu adalah punya toke. Untuk ukuran karung besar, mereka diupah Rp30 ribu. Biasanya, tauke membagi sejumlah karung berisi buah ke rumah-rumah penduduk. Setelah selesai dikupas, bumbu masakan itu diambil lalu kulit ditinggal dan menjadi hak pekerja. Limbah kemudian dijual kepada orang lain seharga Rp500 per kilo. Kulit kemiri, bisa dipakai untuk memanggang daging pengganti arang. Kualitas lebih baik lantaran tidak disertai jilatan api. Karenanya, prospek pasar adalah ke Kabanjahe dan Medan.
Sementara itu, di seberang kediaman Relli, terlihat 2 orang melakoni pekerjaan serupa. Lamria boru Aritonang gelar Oppu Butet mengatakan, sudah lama menekuni aktivitas itu. Pasalnya, mereka tidak punya ladang. Tidak sanggup memberi lahan. Harganya selangit.
Diakui, pengganti keringat yang diterima tidaklah seberapa dibanding energi terkuras. Mereka memilih menekuni demi mendapatkan rupiah halal. Satu karung besar, tuntas dikerjakan tiga orang dalam satu hari.
Selain mamikpik, pelataran jejeran rumah di sana juga diisi pengeringan buah pinang. Buah segar dibelah lalu dijemur di panas matahari. Kendati jauh dari pusat keramaian, suasana di kampung ini terasa bergairah dan jauh dari kesan jenuh. Tak sejengkal pun lahan terlantar. Tanaman pisang, kakao, kemiri, jagung dan durian terbentang luas. Tiada hari tanpa panen duit.
Kepala Desa Lau Mill, Laurensius Sianturi menerangkan, wilayah binaannya dihuni 535 kepala keluarga. 95 persen di antaranya menyandarkan penghasilan pada sektor pertanian. Budidaya tanaman, tidaklah menghasilkan uang setiap minggu apalagi setiap hari. Banyak waktu senggang. Karenanya, hari-hari tersebut mesti diisi buat mendapatan uang.
Sekarang, jagung sedang memasuki pengisian biji. Tentu petani tidak ke ladang. Sementara itu, beras harus tetap dibeli dan belanja kebutuhan sekolah senantiasa tersedia setiap hari. Untuk menjawab keperluan itu, masyarakat mempergunakan kesempatan termasuk upahan melalui mamikpik.
Kampung tersebut hampir tanpa lahan tidur. Batas antar ladang, biasanya ditanami kemiri. Tanpa terasa, beberapa tahun kemudian, sudah berproduksi. Selanjutnya, mengharapkan hasil durian, cenderung satu kali setahun. Selain bertani, penduduk juga menekuni peternakan. Ditarget, ketika proses pendaftaran siswa atau mahasiswa baru telah tiba, hewan peliharaan sudah layak jual.
Memang, di desa ini, tiada hari tanpa produktivitas. Semua ulet, sibuk bekerja kejar uang. Pun begitu, peradaban atau nilai sosaial budaya tetap dikedepankan. Sialabane atau serikat tolong menolong tetap diaktifkan, kata Laurensius.
Dicopi dari Harian Analisa edisi Kamis 14 april 2016
20 Siswa SMAN Silahisabungan ke PTN
Sidikalang, (Analisa). Sebanyak 20 siswa binaan SMA Negeri 1 Silahisabungan Kabupaten Dairi, diterima di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) lewat jalur SNMPTN 2016.
Kepala Sekolah, Sadiman Sigiro ditemui di Sidikalang, Jumat (20/5) mengatakan, dari angka itu, sebanyak 17 pelajar lolos lewat bidik misi. Untuk tingkat kabupaten, raihan mereka berada di posisi pertama atau 20,89 persen dimana siswa usulan tercatat 96 orang. Beberapa siswa diterima di Universitas Diponegoro, USU, Universitas Negeri Jakarta dan Padang.
Diterangkan, pada 2013, sebanyak 46 dari 66 pelajar masuk melalui jalur SNMPTN, tahun 2014 38 dari 60 orang dan 2015 terdata 44 dari 90 siswa.
Dijelaskan, SMAN 1 Silahisabungan menyandang akrediasi A. Dan dari sisi pengelolaan, merupakan satu-satunya sekolah peraih Adiwiyata Nasional di daerah otonom ini. (ssr)
Dikutip dari Harian Analisa edisi Senin, 23 mei 2016
Par Dairi Bisa!
Oleh: Sarifuddin Siregar
Oleh: Sarifuddin Siregar UPACARA peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas), 2 Mei 2016 di Lapangan Sudirman Sidikalang Kabupaten Dairi, terasa lain dibanding pelaksanaan tahun sebelumnya. Kali ini, penyelenggaraan terkesan luar biasa. Excellent, begitu kata pelajar yang cakap berbahasa Inggris. Fantastis, ujar teman. Uli nai tutu, ucap rekan berdialeg Toba.
Agenda itu merupakan ruang terhormat bagi para siswa unjuk kebolehan. Bila pada kegiatan terdahulu cenderung seremoni mengedepankan pembacaan pidato menteri, kali ini justru menampilkan talenta-talenta titipan Tuhan. Andaikan tuan hadir, tampilan ini merupakan realitas bahwa anak-anak desa tak kalah dibanding di perkotaan. Par Dairi, bisa! Bisa mengukir prestasi! Barangkali, kalimat ini ideal memotivasi sekaligus parameter bahwa daerah otonom sentra kopi dan jeruk manis ini, adalah gudangnya cendikiawan bangsa. Percaya atau tidak, Dairi adalah kepingan Tanah Kanaan yang dijanjikan Tuhan.
Bila di era sekarang bercokol sejumlah nama di panggung nasional seumpana DR Junimart Girsang anggota Komisi 3 Fraksi PDIP DPR RI, Vicner Sinaga Direktur Operasi Indonesia Timur PT PLN, Juniver Girsang pengacara kondang, MP Tumanggor Ketua Umum Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi), Robert Njo dan Togam Gultom pengusaha papan atas, DR Sabam Malau Rektor Universitas HKBP Nomensen, DR Kastorius Sinaga dosen pasca sarjana Universitas Indonesia yang juga mantan Penasehat Kapolri ke depan, generasi penerus wajar lebih jamak. Betapa tidak? Cikal bakal tersebut sudah terlihat. Bahkan, mental mereka sepertinya teruji kendati usia relatif belia.
Seputar gemilang SMA Negeri 1 Sidikalang, tentulah bukan isu baru. Maklum, alumni sekolah ini sudah menembus berbagai perguruan tinggi negeri hingga Pulau Jawa. Karenanya, lumrah juga kalau panitia hanya meluangkan kesempatan bagi siswa ini buat menggelar vocal group, melantunkan lagu versi Batak Toba, Indonesia serta senandung You Raise me Up.
Kekaguman muncul kala siswa SMAN Parbuluan dilaga dengan SMAN Sumbul terkait pandangan keberadaan internet. Kompetisi dilangsungkan di ruang terbuka di hadapan publik. Esra Situmorang, Simpani Asri Tinambunan dan Febrina Sagala memaparkan pendapat secara lugas menghadapi rival Juan Siahaan dan rekan. Gambaran umum, bahwa internet tersebut punya peran penting baik dalam sektor pendidikan maupun ekonomi. Melalui jaringan dunia maya termasuk sosial media, dapat mengakses semua informasi sesuai kebutuhan. Pun demikian, memang ada sisi negatif, semisal pornografi. Internet juga bisa merusak mental. Adu argumentasi menunjukkan bahwa mereka punya rasa percaya diri. Tak ada kesan canggung di hadapan pejabat sekalipun.
Story telling
Pada giliran berikut secara personal, siswa menunjukkan kelincahan terkait peran ganda dan langsung lewat sebuah legenda. Di atas altar berukuran 2x2 meter, Pratiwi Anastia Simbolon siswa kelas 4 SD 030930 Parongil, Kecamatan Silima Pungga-Pungga didaulat sebagai penyaji pertama. Tubuh mungil berwajah menawan ini begitu smart. Mengenakan baju merah sedikit silau serta berlengan pendek, perempuan ini memperkenalkan diri.
Bahasa Inggris sepertinya menjadi bagian dari jiwa sejak mengenal kata.Allow me to introduce my self. My name is Pratiwi, ujarnya sembari sedikit membungkukkan kepala pertanda hormat buat hadirin saat mulai berlakon.
Full in english and automatically. Ini fakta tampilan bocah dari desa mampu memukau. Padahal di lingkungan sekolah dimaksud terbilang jarang tersedia kursus. Sekolah level SD di desa belum menyediakan materi pelajaran ini. Dia memberi pengantar bahwa cerita rakyat di Padang Sumatera Barat akan dibawakan.
Di bawah terik matahari, Pratiwi memerankan bagaimana kisah pilu Malinkundang di kampung halaman. Berbekal doa restu ibu, dia merantau hingga menjadi kaya raya. Doa bunda senantiasa bersamanya. Pada sesi ini, pemain mengenakan topi layaknya seorang pria. Lalu dalam hitungan detik, dia mengganti peran sebagai seorang ibu. Kerudung dililitkan di kepala sembari berjalan mencari putra tercinta. Dalam sebuah kesempatan, bunda mendengar kabar, Malinkundang sudah sukses. Dia berhasil bertemu. Namun apa? Malinkundang menistakan sang ibu.
“You are not my mother. I dont know you,” kata Malinkundang disuarakan Pratiwi dengan nada marah dan kesal. Kala itu, Pratiwi mengenakan topi ibarat orang besar.
“Really, I am your mother. You are my son,” kata ibu Malinkundang lagi. Dengan lincah, Pratiwi melilitkan kerudung di wajah persis seorang ibu datang dari desa. Ucapan dusta oleh putranya tak membuat bunda menangis patah arang. Dia kemudian menemui istri Malinkundang. Lagi-lagi, Pratiwi mampu bergaya layaknya seorang istri sombong.
“I don,t know you. I hate you,” kata istri Malinkundang. Sang bunda pun putus asa. Tak lama berselang, kedurhakaan berbuah petaka dimana Malinkundang jatuh miskin. Bisnisnya bangkrut. Dia minta maaf kepada perempuan yang melahirkannya, namun penyesalan selalu terlambat.
Legenda Malinkundang, bukan hanya ditampilkan Pratiwi. Dimas Nainggolan siswa kelas IX SMPN 2 Bangun Kecamatan Parbuluan malah more fluent. Mengapa? Lakonnya mendekati kenyataan. Apalagi, dia mengenakan kopiah putih dan pakaian muslim ala koko agak kusam. Persis cermin keluarga sederhana. Guna mendekatkan diri pada cerita sebenarnya, kain sarung kotak-kotak pun digantungkan di bahu memanjang ke pinggang. Pelajar ini memilih rumput hijau menjadi area pertunjukan.
Dimas pria bertubuh tambun adalah putra dari keluarga seorang petani berdomisili di Desa Sigalingging Kecamatan Parbuluan. Sehari-hari ayahanda Raja Nainggolan dan bunda bekerja di ladang bertanam jeruk manis dan saat ini merawat cabe merah. Pengetahuan bahasa Inggris ditimba melalui kursus di sekitaran rumah mulai kelas 4 SD sampai kelas 5. Kegiatan non formal terhenti di kelas 6 lantaran bersiap mengikuti ujian nasional.
Sejak di kursi SMP, bidang studi ini menjadi favorit. Salah satu strategi adalah rajin membaca dan mengulangi tayangan video. Kini, huruf “r” nya pun tak lagi terdengar di pengucapan. Marianna Limbong, guru di sekolah itu menyebut, pihaknya memberi bimbingan setiap hari. Siswa tak lagi punya waktu luang. Itu siasat agar anak desa mampu mengimbangi pelajar di kota.
Penulis melihat keakraban Marianna dan Dimas kala makan siang pasca agenda. Guru ini memperlakuan siswa layaknya seorang anak penuh kasih sayang. Menu enak disuguhkan. Hanya saja, Dimas menyimpan sikap enggan melalap makanan lezat tadi.
Sementara itu, Endro Manik siswa kelas 5 SD 030334 Sumbul mengedepankan potensi dan kearifan lokal. Sehelai ulos Batak melilit di pinggang sedang di bahu menggantung ulos.
Dia bercerita tentang perjuangan seorang petani mendapatkan ikan di Danau Toba. Kepala keluarga itu rutin memancing. Sedang Silvia Manalu seorang pelajar SMP memperkenalkan cerita rakyat Pakpak terpopuler bertajuk Nantampuk Mas. Gadis berambut lurus hampir sepinggang ini mengenakan pakaian khas simbol suku Pakpak.
Seruling Emas
Bukan hanya piawai berperan bak artis. Potensi generasi pemuda di Dairi, terbukti cukup tangguh olah vocal. 300 siswa SD, SMP dan SMA berbaris meniup seruling melantunkan ragam tembang lewat suara lobang bambu. Dipandu seniman Martogi Sitohang, pelajar memulai aksinya dengan lagu berjudul tangiang ni dainang, diikuti tiris mo, taridem-idem, tolu sa hundulanhingga ditutup hymne guru.
Beberapa diantaranya mengenakan ulos Batak di bahu. Mereka tampil apa adanya mengesankan berasal dari desa. Jauh dari eksklusif. Nada berdendang syahdu dan kocak ditiup silih berganti. Seruling, merupakan alat musik tradisional Batak Toba yang kian reduh. Sehubungan itu, ketertarikan siswa adalah solusi mempertahankan warisan budaya.
Acara diakhiri sajian marching band beberapa sekolah diantaranya SMPN 1 Sidikalang, SMA N 1 Sidikalang, SMA St Petrus Sidikalang serta Ar Rahman dari Desa Pasi Kecamatan Berampu.
Bupati KRA Johnny Sitohang Adinegoro dan Wakil Bupati Irwansyah Pasi mengapresias. Kualitas pelajar melejit kencang. Dia berobsesi, sekolah menerapkan english day. Relevan dengan itu, para juara akan disertakan saat menjamu tamu pemerintah. Mereka bakal sering tampil di beberapa even penting.
Sitohang bergelar Oppu Clinton bermimpi, suatu hari, akan terjaring diplomat handal, sutradara berkelas internasional serta calon pemimpin bangsa dari wilayah binaannya.
“Saya dan tuan tentu terpukau menyaksikan kepiawaian tadi. Kuantita sosok cerdas dimaksud, sesungguhnya jauh lebih banyak. Penampilan pelajar terbatas oleh ruang dan kesempatan”.
Namun, kita perlu ingat, kemahiran kusuma bangsa, bukan murni atas kemampuan pribadi. Guru, pengelola kursus dan Dinas Pendidikan serta pengambil kebijakan punya andil penting memotivasi anak didik. Karenanya, jangan sesekali menyakiti guru! Hormatilah guru. Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh.
UPACARA peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas), 2 Mei 2016 di Lapangan Sudirman Sidikalang Kabupaten Dairi, terasa lain dibanding pelaksanaan tahun sebelumnya. Kali ini, penyelenggaraan terkesan luar biasa. Excellent, begitu kata pelajar yang cakap berbahasa Inggris. Fantastis, ujar teman. Uli nai tutu, ucap rekan berdialeg Toba.
Agenda itu merupakan ruang terhormat bagi para siswa unjuk kebolehan. Bila pada kegiatan terdahulu cenderung seremoni mengedepankan pembacaan pidato menteri, kali ini justru menampilkan talenta-talenta titipan Tuhan. Andaikan tuan hadir, tampilan ini merupakan realitas bahwa anak-anak desa tak kalah dibanding di perkotaan. Par Dairi, bisa! Bisa mengukir prestasi! Barangkali, kalimat ini ideal memotivasi sekaligus parameter bahwa daerah otonom sentra kopi dan jeruk manis ini, adalah gudangnya cendikiawan bangsa. Percaya atau tidak, Dairi adalah kepingan Tanah Kanaan yang dijanjikan Tuhan.
Bila di era sekarang bercokol sejumlah nama di panggung nasional seumpana DR Junimart Girsang anggota Komisi 3 Fraksi PDIP DPR RI, Vicner Sinaga Direktur Operasi Indonesia Timur PT PLN, Juniver Girsang pengacara kondang, MP Tumanggor Ketua Umum Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi), Robert Njo dan Togam Gultom pengusaha papan atas, DR Sabam Malau Rektor Universitas HKBP Nomensen, DR Kastorius Sinaga dosen pasca sarjana Universitas Indonesia yang juga mantan Penasehat Kapolri ke depan, generasi penerus wajar lebih jamak. Betapa tidak? Cikal bakal tersebut sudah terlihat. Bahkan, mental mereka sepertinya teruji kendati usia relatif belia.
Seputar gemilang SMA Negeri 1 Sidikalang, tentulah bukan isu baru. Maklum, alumni sekolah ini sudah menembus berbagai perguruan tinggi negeri hingga Pulau Jawa. Karenanya, lumrah juga kalau panitia hanya meluangkan kesempatan bagi siswa ini buat menggelar vocal group, melantunkan lagu versi Batak Toba, Indonesia serta senandung You Raise me Up.
Kekaguman muncul kala siswa SMAN Parbuluan dilaga dengan SMAN Sumbul terkait pandangan keberadaan internet. Kompetisi dilangsungkan di ruang terbuka di hadapan publik. Esra Situmorang, Simpani Asri Tinambunan dan Febrina Sagala memaparkan pendapat secara lugas menghadapi rival Juan Siahaan dan rekan. Gambaran umum, bahwa internet tersebut punya peran penting baik dalam sektor pendidikan maupun ekonomi. Melalui jaringan dunia maya termasuk sosial media, dapat mengakses semua informasi sesuai kebutuhan. Pun demikian, memang ada sisi negatif, semisal pornografi. Internet juga bisa merusak mental. Adu argumentasi menunjukkan bahwa mereka punya rasa percaya diri. Tak ada kesan canggung di hadapan pejabat sekalipun.
Story telling
Pada giliran berikut secara personal, siswa menunjukkan kelincahan terkait peran ganda dan langsung lewat sebuah legenda. Di atas altar berukuran 2x2 meter, Pratiwi Anastia Simbolon siswa kelas 4 SD 030930 Parongil, Kecamatan Silima Pungga-Pungga didaulat sebagai penyaji pertama. Tubuh mungil berwajah menawan ini begitu smart. Mengenakan baju merah sedikit silau serta berlengan pendek, perempuan ini memperkenalkan diri.
Bahasa Inggris sepertinya menjadi bagian dari jiwa sejak mengenal kata.Allow me to introduce my self. My name is Pratiwi, ujarnya sembari sedikit membungkukkan kepala pertanda hormat buat hadirin saat mulai berlakon.
Full in english and automatically. Ini fakta tampilan bocah dari desa mampu memukau. Padahal di lingkungan sekolah dimaksud terbilang jarang tersedia kursus. Sekolah level SD di desa belum menyediakan materi pelajaran ini. Dia memberi pengantar bahwa cerita rakyat di Padang Sumatera Barat akan dibawakan.
Di bawah terik matahari, Pratiwi memerankan bagaimana kisah pilu Malinkundang di kampung halaman. Berbekal doa restu ibu, dia merantau hingga menjadi kaya raya. Doa bunda senantiasa bersamanya. Pada sesi ini, pemain mengenakan topi layaknya seorang pria. Lalu dalam hitungan detik, dia mengganti peran sebagai seorang ibu. Kerudung dililitkan di kepala sembari berjalan mencari putra tercinta. Dalam sebuah kesempatan, bunda mendengar kabar, Malinkundang sudah sukses. Dia berhasil bertemu. Namun apa? Malinkundang menistakan sang ibu.
“You are not my mother. I dont know you,” kata Malinkundang disuarakan Pratiwi dengan nada marah dan kesal. Kala itu, Pratiwi mengenakan topi ibarat orang besar.
“Really, I am your mother. You are my son,” kata ibu Malinkundang lagi. Dengan lincah, Pratiwi melilitkan kerudung di wajah persis seorang ibu datang dari desa. Ucapan dusta oleh putranya tak membuat bunda menangis patah arang. Dia kemudian menemui istri Malinkundang. Lagi-lagi, Pratiwi mampu bergaya layaknya seorang istri sombong.
“I don,t know you. I hate you,” kata istri Malinkundang. Sang bunda pun putus asa. Tak lama berselang, kedurhakaan berbuah petaka dimana Malinkundang jatuh miskin. Bisnisnya bangkrut. Dia minta maaf kepada perempuan yang melahirkannya, namun penyesalan selalu terlambat.
Legenda Malinkundang, bukan hanya ditampilkan Pratiwi. Dimas Nainggolan siswa kelas IX SMPN 2 Bangun Kecamatan Parbuluan malah more fluent. Mengapa? Lakonnya mendekati kenyataan. Apalagi, dia mengenakan kopiah putih dan pakaian muslim ala koko agak kusam. Persis cermin keluarga sederhana. Guna mendekatkan diri pada cerita sebenarnya, kain sarung kotak-kotak pun digantungkan di bahu memanjang ke pinggang. Pelajar ini memilih rumput hijau menjadi area pertunjukan.
Dimas pria bertubuh tambun adalah putra dari keluarga seorang petani berdomisili di Desa Sigalingging Kecamatan Parbuluan. Sehari-hari ayahanda Raja Nainggolan dan bunda bekerja di ladang bertanam jeruk manis dan saat ini merawat cabe merah. Pengetahuan bahasa Inggris ditimba melalui kursus di sekitaran rumah mulai kelas 4 SD sampai kelas 5. Kegiatan non formal terhenti di kelas 6 lantaran bersiap mengikuti ujian nasional.
Sejak di kursi SMP, bidang studi ini menjadi favorit. Salah satu strategi adalah rajin membaca dan mengulangi tayangan video. Kini, huruf “r” nya pun tak lagi terdengar di pengucapan. Marianna Limbong, guru di sekolah itu menyebut, pihaknya memberi bimbingan setiap hari. Siswa tak lagi punya waktu luang. Itu siasat agar anak desa mampu mengimbangi pelajar di kota.
Penulis melihat keakraban Marianna dan Dimas kala makan siang pasca agenda. Guru ini memperlakuan siswa layaknya seorang anak penuh kasih sayang. Menu enak disuguhkan. Hanya saja, Dimas menyimpan sikap enggan melalap makanan lezat tadi.
Sementara itu, Endro Manik siswa kelas 5 SD 030334 Sumbul mengedepankan potensi dan kearifan lokal. Sehelai ulos Batak melilit di pinggang sedang di bahu menggantung ulos.
Dia bercerita tentang perjuangan seorang petani mendapatkan ikan di Danau Toba. Kepala keluarga itu rutin memancing. Sedang Silvia Manalu seorang pelajar SMP memperkenalkan cerita rakyat Pakpak terpopuler bertajuk Nantampuk Mas. Gadis berambut lurus hampir sepinggang ini mengenakan pakaian khas simbol suku Pakpak.
Seruling Emas
Bukan hanya piawai berperan bak artis. Potensi generasi pemuda di Dairi, terbukti cukup tangguh olah vocal. 300 siswa SD, SMP dan SMA berbaris meniup seruling melantunkan ragam tembang lewat suara lobang bambu. Dipandu seniman Martogi Sitohang, pelajar memulai aksinya dengan lagu berjudul tangiang ni dainang, diikuti tiris mo, taridem-idem, tolu sa hundulanhingga ditutup hymne guru.
Beberapa diantaranya mengenakan ulos Batak di bahu. Mereka tampil apa adanya mengesankan berasal dari desa. Jauh dari eksklusif. Nada berdendang syahdu dan kocak ditiup silih berganti. Seruling, merupakan alat musik tradisional Batak Toba yang kian reduh. Sehubungan itu, ketertarikan siswa adalah solusi mempertahankan warisan budaya.
Acara diakhiri sajian marching band beberapa sekolah diantaranya SMPN 1 Sidikalang, SMA N 1 Sidikalang, SMA St Petrus Sidikalang serta Ar Rahman dari Desa Pasi Kecamatan Berampu.
Bupati KRA Johnny Sitohang Adinegoro dan Wakil Bupati Irwansyah Pasi mengapresias. Kualitas pelajar melejit kencang. Dia berobsesi, sekolah menerapkan english day. Relevan dengan itu, para juara akan disertakan saat menjamu tamu pemerintah. Mereka bakal sering tampil di beberapa even penting.
Sitohang bergelar Oppu Clinton bermimpi, suatu hari, akan terjaring diplomat handal, sutradara berkelas internasional serta calon pemimpin bangsa dari wilayah binaannya.
“Saya dan tuan tentu terpukau menyaksikan kepiawaian tadi. Kuantita sosok cerdas dimaksud, sesungguhnya jauh lebih banyak. Penampilan pelajar terbatas oleh ruang dan kesempatan”.
Namun, kita perlu ingat, kemahiran kusuma bangsa, bukan murni atas kemampuan pribadi. Guru, pengelola kursus dan Dinas Pendidikan serta pengambil kebijakan punya andil penting memotivasi anak didik. Karenanya, jangan sesekali menyakiti guru! Hormatilah guru. Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh.
Menyandarkan Nafkah pada ‘Martonun Ulos’
Oleh: Sarifuddin Siregar
Seorang gadis berparas cantik duduk di atas kasur hijau nan usang di teras rumah. Kedua kaki dibiarkan memanjang namun area kerja ditutup sarung untuk menjaga etika. Kediaman permanen itu tampak teduh. Tak banyak barang mewah di dalam. Di dekat pintu masuk, berjejer gulungan benang dan rangkaian kayu alat kerja bergaya tradisional.
Pandangan perempuan itu fokus ke jalinan benang memanjang di hadapannya. Jemari tampak begitu cekatan dan lincah menarik utasan berwarna terong pekat dari satu jalur ke jalur di sebelahnya yang berukuran cukup rapat.
Sesekali, tangan kanan bergerak menarik sepotong kayu licin yang kemudian diselipkan di atas jalinan tadi. Kayu mirip rol panjang di era sekolahan tahun 1980 itu kemudian ditekan agar rajutan memadat. Sesekali terdengar suara benturan agak halus peranda rongga antar benang telah tertutup.
Kurun waktu lumayan lama, perempuan berambut hitam sebahu ini, seakan bertahan di kasur tadi. Sepertinya, dia berpacu dengan waktu guna menyelesaikan satu lembaran kain karya kerajinan tangan.
Pun demikian, pemilik kulit sawo matang nan manis ini tertengok mudah melempar senyum kala empat wartawan datang mendekat ke arahnya. Kami mengambil posisi di teras berjarak sekitar 2 meter agar tidak sampai mengganggu kegiatan. Sementara, perempuan baru menyelesaikan ujian nasional SMA itu kami persilahkan meneruskan aktivitas. Lembaran mulai berbentuk. Ukuran panjang dua jengkal berlebar satu meter itu sudah menjadi bakal kain.
Sementara itu, di pelataran rumah, sang bunda Asda boru Silalahi (45) terlihat mengusap-usap cairan ke gumpalan benang. Benda tersebut kemudian dikeringkan di bawah terpaan terik matahari. Mereka intens melaksanakan tugas masing-masing sebagai sebagai sebuah tahapan pekerjaan.
‘Martonun ulos’, begitu orang Batak menyebut kegiatan sedemikian di Dusun 2 Silassang Desa Silalahi 2 Kecamatan Silahisabungan Kabupaten Dairi, Sumatera Utara. Dalam bahasa umum, pekerjaan ini diterjemahkan dengan kata bertenun. Martonun, menjadi sebuah kebiasaan kaum kartini di Desa Silalahi-Paropo, perkampungan indah dan mempesona di dekat desiran air dan gulungan ombak Danau Toba.
Tetty Manurung (18), itu nama perempuan santun mengenakan busana warna pink berliris yang menerima diwawancarai. Dia mengaku, sudah bergelut di kreasi ini sejak kelas 3 SMP. Memang, ada naluri ingin menguasai warisan leluhur tersebut.
Ilmu itu diperoleh dari bunda. Karenanya, pengetahuan relatif gampang ditangkap. Apalagi, jamak kaum hawa menggeluti usaha sejenis di lingkungannya.
“Saya ingin melanjutkan kuliah. Ingin ambil program studi geografi atau tata boga di Universitas Negeri Medan” kata anak kedua dari 3 bersaudara, Sabtu (9/4). Dia berharap diterima lewat jalur bidik missi. Permohonan sudah dikirim ke panitia seleksi.
Mendengar penjelasan Tetty, Asda pun mendekat. Mudah-mudahanlah anakku lulus ke PTN. Biar bisa berguna buat keluarga, kata dia. Kalau kuliah ke swasta, biaya terlalu berat sementara kehidupan keluarga, sepenuhnya bersandar pada hasil tenunan.
Kerja Keras
13 tahun silam, dirinya merangkap menjadi kepala keluarga. Sang suami Jadi Manurung dipanggil menghadap Sang Pencipta. Sejak saat itu, mau tidak mau, anak harus serta merta banting tulang bersamanya demi rupiah.
Jika tidak, bagaimana mungkin sanggup menyekolahkan? Ia bersyukur. Ternyata, ketiga anaknya penurut dan mengerti betapa beratnya beban hidup.
Hampir tak ada waktu luang. Pulang sekolah, langsung kerja. Masing-masing sudah punya tanggung jawab. Berbekal ijajah SMA, putra sulung bekerja di tanah rantau dan tinggallah dia berikut Tetty dan Irvan Manurung pelajar SMP.
Ibu ini berperan ‘mengungga’ benang. Mengungga adalah tahapan merubah benang menjadi kuat serta tanpa bulu. Pada proses ini, sejumlah beras harus terlebih dahulu dimasak. Sesudahnya, benang dicelup ke nasi berair tajin. Setelah direndam beberapa menit, benang diangkat lalu dijemur. Pada saat pengeringan mesti juga disisir pakai brush lembut sehingga nasi tidak lengket. Jadi, sebelum jadi ulos, benang harus dikasih makan nasi. Langkah lanjutan, Irvan menyusun benang tadi ke dalam, beberapa gulungan. Sepertinya mudah diceritakan, namun sesungguhnya mesti telaten dan sabar melaksanakan.
Ketika gulungan rampung, barulah bahan dibawa ke meja martonun. Meja ini, bukanlah seperti meja di rumah. Terdiri dari beberapa broti yang dipadu pakai paku berbentuk segi tiga atau dinamai siduruan. Penenun duduk di celah kayu terdekat ke lantai. Seterusnya, benang diselipkan bagai sebuah rumus mati yang merupakan tahapan pembuatan ulos.
Tunduhan, mata-mata, baliga, pargiun bolon, hatolungan, totar, lidi-lidi dan panapari adalah ragam kayu perangkat kerja martonun dimaksud. Semua elemen ini punya fungsi spesifik dan saling mendukung. Asda menerangkan, butuh modal kurang lebih 65 ribu membeli benang untuk menghasilkan sehelai ulos ‘sigara-gara’. Perlengkapan adat istiadat itu dijual Rp150 ribu kepada pedagang pengumpul di lingkungannya.
Biasanya, diserahkan ke toke pada hari Minggu. Produk tersebut kemudian dipasarkan ke Kabanjahe Kabupaten Karo. Dikatakan, kaum ibu jamak bergelut di bisnis tenunan. Pasarnya cukup terbuka. Berapapun barang, selalu laku. Produksi ulos hasil mesin tidaklah mempengaruhi permintaan.
Dalam satu minggu rata-rata dihasilkan 3 helai. Itu kemampuan rata-rata. Asda mengutarakan, kejar target 1 lembar per hari. Tapi, kalau diutarakan demikian, mungkin dianggap sombong. Mau tidak mau, harus kerja kerja dan kerja supaya dapat uang. Sumber keuangan hanya diperoleh dari martonun. Martonun tok, kata perempuan yang menekuni seni itu sejak usia 13 tahun. Diutarakan, jikapun ada bantuan, hingga kini, dirinya belum pernah kebagian. Dia sangat menantikan donasi, minimal motivasi.
Dikutip dari Harian Analisa edisi Jumat 15 april 2016
Langganan:
Postingan (Atom)