Sidikalang, (Analisa). Harga ikan nila dan ikan emas dipastikan segera naik. Hal tersebut disebabkan keterbatasan pasokan menyusul kematian ratusan ton piaraan di keramba jaring apung (KJA) di Desa Silalahi 1,2 dan 3 serta Paropo dan Paropo 1 Kecamatan Silahisabungan, pekan ini.
Demikian disampaikan Poltak Purba (50) pedagang ikan segar di Blok C Pasar Induk Sidikalang, Jumat (27/5). Didampingi istri Tiodora boru Oppu Sunggu, Poltak menerangkan, Senin minggu depan, pasokan sangat minim. Itu sesuai penjelasan toke. Umumnya, semua pesanan ikan nila dan emas didatangkan dari Silahisabungan. Mulai pusing juga dari mana mendapat orderan.
Per kilo dibeli Rp26.000 lalu dijual Rp28.000. Sehari-hari, Poltak mengecer sebanyak 120 kilo untuk pengusaha restoran. Lompatan harga diprediksi bakal tinggi mengingat produsen utama se Sumut yakni Haranggaol Kabupaten Simalungun sudah dilanda musibah ikan mati lebih awal. Otomatis, persediaan ukuran panen menipis sedang proses pertumbuhan membutuhkan waktu 5 atau 6 bulan.
Diterangkan, permintaan konsumen relatif normal. Tak ada ketakutan atau kekhawatiran masyarakat membeli kedua ikan itu. Warga sangat memahami, bahwa kasus ikan mati diakibatkan kekurangan ogsigen di dalam air. Kalau penyebabnya virus, tentu mengkhawatirkan. Semua disantap dan nyaman sampai di perut.
“Justru, yang paling pusing adalah, bagaimana memenuhi permintaan pengusaha dan masyarakat. Senin depan, pasokan menipis,” kata Tiodora. Seorang pengecer mengaku boru Silalahi menerangkan, tidak ada penurunan minat belanja sebagai dampak kasus ikan mati ratusan ton nila di Silalahi. Biasa-biasa saja. Dirinya menjual rata-rata 20 kilo per hari.
Sebagaimana disiarkan, musibah ikan mati di KJA Silahisabungan memusnahkan sekitar 400 ton kurun waktu 4 hari. Ada petani menyebut, muncul bau belerang namun petani lainnya mengatakan bau dimaksud tidak ada. Kepala Bidang Perikanan pada Dinas Pertanian Kabupaten Dairi , Lamhot Silalahi mengatakan, kemungkinan, kandungan ogsigen di dalam air di bawah ambang batas.
Leonard Samosir anggota DPRD Sumut meminta Badan Lingkungan Hidup, Dinas Perikanan dan Kelautan serta berbagai pihak terkait segera melakukan penelitian demi kesinambungan bisnis masyarakat. Awalnya 1820 ton punah di Haranggaol, sekarang bergeser ke Silahisabungan. (ssr)
Disalin dari Harian Analisa edisi Senin, 30 Mei 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar