Kamis, 26 Mei 2016

Komnas PA Sayangkan Penangguhan Pelaku Cabul

Sidikalang, (Analisa). Ketua Komisi Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait melalui hubungan telepon, Selasa (24/5) menyayangkan perlakuan istimewa yakni penangguhan penahanan terhadap pelaku cabul di Kabupaten Dairi.
Arist menyebut, menerima kabar seputar penangguhan tersangka berinisial AS (43) terkait kasus cabul dengan 2 korban di bawah umur notabene kakak beradik. Kor­ban dan tersangka sama-sama penduduk Bunturaja Kecamatan Siempat Nempu.
Penangguhan penahanan pelaku cabul ti­dak dibenarkan dalam alasan apapun. Ca­bul masuk kategori kejahatan sangat luar bi­asa. Tidak bisa diberi ampunan, katanya.
Penangguhan penahanan AS merupakan hal memprihatinkan. Kejahatan seksual kepa­da anak-anak merupakan extra ordinary cri­me. Seyogianya, penegak hukum memberikan efek jera sehingga kejahatan tidak terulang oleh pelaku yang sama atau lainnya. Bu­kankah kita semua tahu bahwa kekerasan terha­dap anak termasuk asusila menjadi issu nasional?
“Tidak seperti yang dilakukan, memberikan penangguhan penahan tersangka pelaku cabul. Tidak ada dasar penangguhan predator anak, apa lagi pelaku sudah dewasa.
Kecuali pelaku berusia di bawah 14 tahun,penangguhan dimungkinkan,” tegas Arist. Aktivis ini mendesak, penyidik be­ker­ja secara profesional dan menuntaskan kasus ini.
Mengacu UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak dan UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Pelaku cabul dijerat dengan UU No. 35 Tahun 2014 dengan ancaman penjara maksimal 15 tahun, minimal 5 tahun.
Pihak keluarga korban, Marulak Manul­lang yang juga Ketua Punguan Marga Ma­nullang se-Dairi menyatakan, kecewa terhadap tindakan polisi. Pasalnya, dua putri mereka menjadi korban pencabulan yang dilakukan tersangka. Dari aspek kemanusiaan dan agama, ulah pelaku tidak dapat ditoleransi. Tindak pidana itu menimbulkan trauma luar biasa.
Tidak tahu apa alasan penangguhan. Status AS sudah jelas tersangka. Apakah karena kami tidak mimiliki polisi, atau tersangka memiliki deking yang kuat sehingga bisa di­tangguhkan? Kata pakar hukum dan pejabat, semua orang sama derajatnya di depan hu­kum. Namun realitas berkata lain, ucap Marulak.
Kapolres AKBP Ahmad David melalui Kasubbag Humas, Manusun Hutasoit menerangkan, berdasarkan keterangan KBO Satreskrim, tersangka ditahan sejak 25 februari 2016. Kemudian ditangguhkan sejak 31 Maret sampai 17 Mei 2016. Minggu kemarin, kembali ditahan lantaran berkas akan dilimpahkan ke jaksa. (ssr)


Dicopi dari Harian Analisa edisi Kamis, 26 Mei 2016

Jalan di Parhutuan Sumbul Putus

Sidikalang, (Analisa). Jalan di  Parhutuan Kelurahan Pegagan Julu I Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi  mengalami putus total. Akses menuju permukiman sekitar pun terganggu. 
Ruas  hancur terdata  sepanjang 10 meter. Hal itu disampaikan Kepala Bidang Peralatan pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air,  Mangihut Simeibang di Sidikalang usai kunjungan lapangan, Selasa (24/5).
Dijelaskan, jalan berkonstruksi beton  plat amblas akibat luapan air.  Lapisan tanah berubah lunak membuat  bangunan  rubuh. Peristiwa dimaksud terjadi pekan kemarin.
Untuk sementara waktu, kendaraan roda 4 dan sejenisnya tak bisa lewat. Penduduk mengalihkan  ruas melewati perladangan masyarakat. Penempatan jembatan bailey milik Kantor Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dipandang sebagai solusi.
Anggaran terbatas. Dari sisi aturan, dibutuhkan proses agak panjang dan rumit. Selanjutnya, menyusun rangkaian jembatan bailey dipandang jauh lebih cepat serta kokoh sembari menanti bangunan per­manen.
Diterangkan, curah hujan tinggi belakangan ini membuat pemerintah kerepotan. Belum selesai di satu lokasi, lintasan lain juga longsor. Pekan kemarin, badan jalan ambas juga ditemukan di Desa Longkotan Kecamatan  Silima Pungga-Pungga. (ssr)



Dicopi dari Harian Analisa edisi  Kamis, 26 Mei 2016

Senin, 23 Mei 2016

Dinas Bina Marga Sumut Tidak Adil

Sidikalang, (Analisa). Kepala Dinas Bina Marga Sumut, Efendi Pohan dinilai tidak adil dalam alokasi anggaran ke kabupaten kota. 
Pendapat tersebut disampaikan Ketua Komisi B DPRD Kabupaten Dairi, Rukyatno Nainggolan saat meninjau kerusakan jalan menghubungkan Sumbul-Tigalingga di Huta Manik, Jumat (20/5).
Diterangkan tampilan infrastruktur sangat buruk. Jauh dari kesan menyajikan layanan optimal kepada masyarakat. Di beberapa lokasi, terdapat genangan mirip kubangan dan di titik lainnya kehilangan bentuk akibat material konstruksi berlepasan. 
Padahal, wilayah itu merupakan sentra produksi pertanian. Selain itu, ruas ini adalah jalur alternatif andaikan Sumbul-Sidikalang diterpa longsor kejadian lainnya.
Diterangkan, panjang jalan propinsi di Kabupaten Dairi mencapai 75 kilometer. Namun, kegiatan pembangunan hanya berkisar 2 kilometer per tahun. Realitasnya, lebih 80 persen hancur berantakan. Kalau hanya 2 kilometer per tahun, kapan rampungnya? Belum sampai di ujung, yang di sini bakal berkeping-keping.
Rukyatno mencontohkan, jalur Sumbul-Tigalingg a berjarak 17 kilometer. Dan tahun 2016, hanya terplot 2 kilometer. Apa jadinya? Sukar dibayangkan, kapan dibenahi. 
Dia berharap, legislator mitra strategis Gubernur menunjukkan ‘taring’ pro rakyat. Percaya atau tidak, kontribusi memajukan daerah pemilihan masih terasa minim. Agak jarang terdengar, apa yang berhasil direalisasikan anggota DPRD Sumut dapil XI.
Kekecewaan juga disampaikan pemerhati pembangunan, Richard Eddy M Lingga. Dominan sarana transportasi di bawah kewenangan Dinas Bina Marga Sumut, rusak parah. Ini tidak lepas dari lemahnya pengawasan anggota dewan. 
DPRD Sumut punya kekuatan melakukan tekanan politik dan lobi untuk menggolkan berbagai aspirasi masyarakat. Sayangnya, langkah dimaksud dinilai minim, tandas Richard. Aktivitas cenderung rutinitas atau sepi gebrakan. Sehubungan itu, dia mengutarakan keheranan, apa hasil kunjungan reses setiap tahun? 
Dia pun berharap, Kadis Bina Marga mewujudkan perlakuan setara. Sangat bijak, kepala dinas kunjungan lapangan sesekali. Jangan hanya menyelesaikan tanggung jawab lewat laporan tertulis. Pembiaran ini, berpotensi mengganggu reputasi seorang gubernur.
Bila infrastruktur disajikan baik, dipastikan, kepercayaan rakyat akan tumbuh. Kalau jalan dan drainase jelek, tentu akan konsekwensi. Artinya, ini menyangkut martabat pemerintah Sumut. 
Bupati, KRA Johnny Sitohang Adinegoro mengakui, mutu jalan saat ini relatif jelek. Tahun ini akan ada pengaspalan sepanjang 2 kilometer. “Bersabarlah,” katanya. (ssr)


Disalin dari Harian Analisa edisi Selasa, 24 Mei 2016

Tiket Masuk TWI Sitinjo Memberatkan

Sidikalang, (Analisa). Tiket masuk ke Taman Wisata Iman Sitinjo di Kecamatan Sitinjo Kabupaten Dairi dinilai memberatkan.
Seorang pedagang di kawasan tersebut, Senin (23/5) mengatakan, secara umum penjaja souvenir dan produk lainnya turut terkena ekses. Kalau jumlah wisatawan meningkat, peluang mereka mendapatkan nafkah juga tinggi. Tentu, kalau pengunjung sepi, dipastikan transaksi minim. Itu hukum ekonomi.
Penjualan lesu mulai terasa sejak perayaan paskah dan libur panjang kemarin. Penjualan kotor Rp200 ribu per hari pun dirasa payah diraih. Kalau di awal peresmian tahun 2000 an, tak kemana Rp5 juta setiap hari minggu. Mungkin, ketika tarif dinaikkan per 1 Januari 2016, masyarakat dari berbagai penjuru terpaksa membayar lantaran kabar kurang mengenakkan belum menyebar. Beberapa minggu kemudian issu pemberatan meluas.
Diterangkan, di air terjun Sipiso-piso Tongging Kabupaten Tanah Karo dan Pasir Putih Kabupaten Samosir, karcis masuk hanya Rp2000. Siapapun beranggapan bahwa kutipan masih pada angka wajar. 
Sedang ke TWI, tiket orang dewasa menjadi Rp10 ribu dari sebelumnya Rp5000 dan anak-anak Rp5000 dari Rp2000 tahun 2015. Itu belum terhitung biaya parkir.
Pedagang pakaian dan souvenir itu menyebut, tahun kemarin, rombongan satu sekolah bisa sampai 10 bus. Begitu menengok konvoi, pedagang pun bersemangat. Sekarang, Kalau setiap bus diisi 40 orang, maka 10 bus terpaksa membayar Rp4 juta hanya untuk urusan masuk. 
Tak heran, dia pernah mlihat kelompok darmawisata putar haluan di SPBU di dekatnya lalu berpaling ke Pasir Putih. Pedagang ini berharap, Bupati mengevaluasi keputusan. Persaingan kian ketat dimana kabupaten/kota termasuk kawasan Danau Toba kian gencar promosi wisata.
Pendeta Piter Silitonga, pimpinan rombongan SD/SMP Methodist Romalbest Jalan Sukaria Medan di sela wisata rohani mengatakan, seyogianya retribusi diringankan. Lebih baik murah asalkan pengunjung membludak. Hal itu akan mempengaruhi minat pendatang.
“Saya kira, target utama adalah bagaimana menjadikan asset ini dirindukan masyarakat dari berbagai belahan dunia,” kata Pendeta Piter.
Menurutnya tarif Rp10 ribu untuk orang dewasa dan Rp5000 anak-anak, termasuk mahal. Bagaimana agar masyarakat tak jemu-jemu mengijakkan kaki, itu perlu dipertimbangkan pemerintah.
Kepala Bidang Parawisata pada Dinas Parawisata Kebudayaan Pemuda dan Olahg Raga, Marulak Situmorang membenarkan, taruf masuk dinaikkan per januari 2016. Dia berpendapat, angka tersebut relatif terjangkau. Penetapan telah memperhatikan besarnya biaya kebutuhan penataan dan pembangunan.
Diterangkan, target PAD dari objek itu Rp850 juta. Naik dibanding tahun 2015 sebesar Rp750 juta. Hingga kini, realisasi mencapai 60 persen. (ssr)


Disalin dari Harian Analisa edisi Selasa, 24 Mei 2016

Nyawa Tetangga Dihabisi Lantaran Sakit Hati

Sidikalang, (Analisa). Nyawa Rinai Pinem (55) penduduk Dusun Pangambatan Desa Sarintonu Kecamatan  Tigalingga Kabupaten Dairi, melayang, Jumat (20/5). 
Pria ini menjadi korban kesadisan  PS (32) yang tak lain adalah tetangga ladang korban.  Rinai mengalami beberapa luka. Diantaranya bersarang di lengan, dagu, punggung dan tangan akibat ayunan parang oleh PS.
Kapolres melalui Kapolsek Tigalingga, AKP Yanto Nurdin Halomoan, Minggu (22/5)  menerangkan, tersangka datang ke Polsek untuk  menyerahkan diri setelah melakukan aksi. Polisi segera mengamankan tersangka diikuti olah tempat kejadian perkara. Dalam kasus ini, penyidik menjadikan parang sebagai barang bukti.
Halomoan menerangkan, kasus pembunuhan diduga bermotif sakit hati.  Dari hasil pemeriksaan, tersangka merasa tersinggung atas perlakuan dan ucapan korban. 
Pengakuan tersangka, kata Halomoan,  PS dilarang  melintas dari perbatasan ladang mereka. Padahal, ruas tersebut satu-satunya akses  menuju areal pertanian milik tersangka. Selisih paham sudah kerap terjadi. Namun berhasil diredakan pemuka masyarakat. 
Pada hari itu, korban menyampaikan larangan serupa. Lantaran  teguran tak dihiraukan, tersangka dilempar  pakai batu. Tak  terima atas  tindakan itu,  PS marah lalu bertengkar dengan  korban.  Tersangka tak mampu mengendalikan emosi hingga berujung maut. Korban tergeletak di tanah setelah dihujani benda tajam.
Jasad Rinai dibawa ke rumah sakit Polda Sumut Medan  guna kepentingan otopsi. Halomoan  menambahkan, jenajah telah diserahkan kepada pihak keluarga. Saat ini prosesi adat sedang berlangsung. (ssr)

Disalin dari Harian Analisa, Selasa, 24 Mei 2016 

Tiada Hari Tanpa Produktivitas


(Analisa/sarifuddin siregar) MAMIKPIK: Seorang ibu rumah tangga di Dusun Lau Mill Sialaman Desa Lau Mill Kecamatan Tigalingga Kabupaten Dairi memecahkan kemiri berkulit dengan alat  sederhana  atau disebut mamikpik guna mengambil isi.
Oleh: Sarifuddin Siregar
Ktak...ktak...ktak. Begitu suara pukulan bagai saling bersahut terdengar antara satu rumah dengan rumah tetangga di Dusun Lau Mill Sialaman Desa Lau Mill Kecamatan Tigalingga Kabupaten Dairi, Sabtu lalu. Suara tersebut menggambarkan, kesibukan anggota keluarga di permukiman itu. Ya, mereka memang gigih mengisi waktu untuk mendapatkan rupiah.
Tangan kanan Relly Marcelina boru Sinaga tampak tak henti memukulkan ‘pikpik (alat pemecah) ke landasan batu setebal 10 sentimeter. Sementara tangan kiri menyisipkan biji kemiri kering ke lubang pikpik tadi. Begitu kegiatan dilakukan tanpa kenal lelah. Sepertinya, memecahkan sebiji kemiri butuh waktu sekejap mata atau bahkan lebih cepat. Dia berpacu dengan waktu. Pikpik tersebut, terlihat sederhana. Terdiri dari potongan bambu dimana di bagian ujung dirangkai kulit melingkar untuk menyisipkan kemiri disertai penutup.
Ibu rumah tangga ini menangani sendiri tugas tersebut. Dia ditemani si buah hati. Sang suami, juga bekerja mencari nafkah. Rumah berkonstruksi setengah permanen terasa sejuk oleh semangat hidup.
Relly menyebut, kemiri tersebut bukanlah miliknya. Dia hanya upahan. Barang itu adalah punya toke. Untuk ukuran karung besar, mereka diupah Rp30 ribu. Biasanya, tauke membagi sejumlah karung berisi buah ke rumah-rumah penduduk. Setelah selesai dikupas, bumbu masakan itu diambil lalu kulit ditinggal dan menjadi hak pekerja. Limbah kemudian dijual kepada orang lain seharga Rp500 per kilo. Kulit kemiri, bisa dipakai untuk memanggang daging pengganti arang. Kualitas lebih baik lantaran tidak disertai jilatan api. Karenanya, prospek pasar adalah ke Kabanjahe dan Medan.
Sementara itu, di seberang kediaman Relli, terlihat 2 orang melakoni peker­jaan serupa. Lamria boru Aritonang gelar Oppu Butet mengatakan, sudah lama menekuni aktivitas itu. Pasalnya, mereka tidak punya ladang. Tidak sanggup memberi lahan. Harganya selangit.
Diakui, pengganti keringat yang diterima tidaklah seberapa dibanding energi terkuras. Mereka memilih mene­kuni demi mendapatkan rupiah halal. Satu karung besar, tuntas dikerjakan tiga orang dalam satu hari.
Selain mamikpik, pelataran jejeran rumah di sana juga diisi pengeringan buah pinang. Buah segar dibelah lalu dijemur di panas matahari. Kendati jauh dari pusat keramaian, suasana di kam­pung ini terasa bergairah dan jauh dari kesan jenuh. Tak sejengkal pun lahan terlantar. Tanaman pisang, kakao, kemiri, jagung dan durian terbentang luas. Tiada hari tanpa panen duit.
Kepala Desa Lau Mill, Lau­rensius Sianturi menerangkan, wilayah binaan­nya dihuni 535 kepala keluarga. 95 per­sen di antaranya menyandarkan peng­hasilan pada sektor pertanian. Budidaya tanaman, tidaklah menghasil­kan uang setiap minggu apalagi setiap hari. Banyak waktu senggang. Karena­nya, hari-hari tersebut mesti diisi buat mendapatan uang.
Sekarang, jagung sedang memasuki pengisian biji. Tentu petani tidak ke ladang. Se­mentara itu, beras harus tetap dibeli dan belanja kebutuhan sekolah senantiasa tersedia setiap hari. Untuk menjawab keperluan itu, masyarakat mempergunakan kesempatan ter­masuk upahan melalui ma­mikpik.
Kampung tersebut hampir tanpa lahan tidur. Batas antar ladang, biasanya ditanami kemiri. Tanpa terasa, beberapa tahun kemudian, sudah berproduksi. Se­lanjutnya, mengharapkan hasil durian, cenderung satu kali setahun. Se­lain bertani, penduduk juga menekuni peter­nakan. Ditarget, ketika proses pendaf­taran siswa atau mahasiswa baru telah tiba, hewan peliharaan sudah layak jual.
Memang, di desa ini, tiada hari tanpa produktivitas. Semua ulet, sibuk bekerja kejar uang. Pun begitu, peradaban atau nilai sosaial budaya tetap dikedepankan. Sialabane atau serikat tolong menolong tetap diaktifkan, kata Laurensius.


Dicopi dari Harian Analisa edisi Kamis 14 april 2016

20 Siswa SMAN Silahisabungan ke PTN

Sidikalang, (Analisa). Sebanyak 20 siswa binaan SMA Negeri 1 Silahisabungan Kabupaten Dairi, diterima di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) lewat jalur SNMPTN 2016. 
Kepala Sekolah, Sadiman Sigiro ditemui di Sidikalang, Jumat (20/5) mengatakan, dari angka itu, sebanyak 17 pelajar lolos lewat bidik misi. Untuk tingkat kabupaten, raihan mereka berada di posisi pertama atau 20,89 persen dimana siswa usulan tercatat 96 orang. Beberapa siswa diterima di Universitas Diponegoro, USU, Universitas Negeri Jakarta dan Padang.
Diterangkan, pada 2013, sebanyak 46 dari 66 pelajar masuk melalui jalur SNMPTN, tahun 2014 38 dari 60 orang dan 2015 terdata 44 dari 90 siswa.
Dijelaskan, SMAN 1 Silahisabungan menyandang akrediasi A. Dan dari sisi pengelolaan, merupakan satu-satunya sekolah peraih Adiwiyata Nasional di daerah otonom ini. (ssr)

Dikutip dari Harian Analisa edisi Senin, 23 mei 2016